Studi: Stres Memiliki Manfaat Positif untuk Fungsi Kognitif

March 30, 2021 | Helmi

stres

Stres adalah respon manusiawi, yang pastinya dialami oleh semua orang. Meski kerap diasumsikan sebagai sebagai hal yang buruk, namun terkadang bisa membantu. 

Stres menyebabkan pelepasan hormon epinefrin yang membuatnya lebih mudah untuk melakukan tugas dan meningkatkan kinerja dan keterampilan dalam pemecahan masalah.

Semburan epinefrin ini juga dapat membantu mempersiapkan tubuh untuk menghadapi ancaman atau melarikan diri demi keselamatan dengan meningkatkan denyut nadi, laju pernapasan, dan ketegangan otot. 

Stres juga dapat menjadi sumber motivasi dalam situasi sehari-hari, seperti menyelesaikan suatu proyek atau mengikuti ujian.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa ketika stres menjadi jangka panjang, hal itu dapat berdampak negatif pada setiap sistem dalam tubuh. Seiring waktu, stres kronis bisa melemahkan. Itu juga dapat meningkatkan risiko komplikasi kesehatan yang serius, seperti obesitas, depresi, dan penyakit jantung.

Meskipun ada bukti substansial tentang dampak negatif stres pada kesehatan, sedikit penelitian yang menilai apakah mengurangi stres sebenarnya meningkatkan kesehatan. Menurut temuan studi baru, hubungan ini mungkin lebih rumit daripada yang diperkirakan para ahli sebelumnya.

Dalam studi tersebut, para peneliti melacak 2.804 peserta selama lebih dari seminggu. Sebelum studi dimulai, semua peserta menyelesaikan tes kognisi.

Selama penelitian, para peneliti mewawancarai partisipan setiap malam selama 8 malam berturut-turut, mengajukan pertanyaan tentang kondisi kronis mereka, gejala fisik, suasana hati, dan jumlah pemicu stres yang mereka alami sepanjang hari. 

YesDok Ads

Mereka juga menanyakan kepada peserta berapa banyak pengalaman positif yang mereka dapatkan dalam 24 jam sebelumnya.

Sekitar 10% dari peserta tidak melaporkan mengalami stres selama masa studi. Orang-orang ini lebih cenderung mengalami suasana hati yang positif dan cenderung tidak memiliki kondisi kesehatan kronis.

Di sisi lain, peserta yang tidak mengalami stres mendapat skor tes kognisi lebih rendah daripada mereka yang mengalami stres. Perbedaan skor tersebut disamakan dengan penurunan kognitif yang akan terjadi pada sekitar 8 tahun penuaan.

Peserta yang tidak melaporkan stres apapun juga mengalami lebih sedikit peristiwa positif daripada mereka yang melakukannya, dan mereka cenderung tidak memberi atau menerima dukungan emosional. Para peserta ini juga lebih mungkin adalah pria yang lebih tua dan belum menikah.

"Saya pikir ada asumsi bahwa peristiwa negatif dan peristiwa positif adalah dua kutub yang berlawanan, tetapi kenyataannya, keduanya berkorelasi," ujar penulis senior David M. Almeida, professor of human development and family di Penn State.

“Ada kemungkinan bahwa stres menciptakan peluang bagi Anda untuk memecahkan masalah,” Almeida menambahkan.

"Mengalami pemicu stres ini mungkin tidak menyenangkan, tetapi mungkin memaksa Anda untuk memecahkan masalah, dan ini mungkin benar-benar baik untuk fungsi kognitif, terutama saat kita beranjak dewasa."

YesDok Ads