Smiling Drepression: Terlihat Bahagia Untuk Menutupi Kesedihan

May 17, 2020 | Aqiyu

pura-puraa tersenyum

Depresi bisa dialami oleh siapapun, tidak terkecuali remaja atau anak muda. Namun, tidak semua orang menunjukkan hal tersebut. Salah satunya adalah penderita smiling depression atau depresi tersenyum yang dapat mengecoh orang yang melihatnya. Bagaimana tidak, pengidap depresi tersenyum ini sanggup terlihat bahagia dan tersenyum meski isi hatinya sedang kacau balau dan dilanda kesedihan.

Smiling depressing atau senyuman depresi ini merupakan kondisi dimana seseorang merasakan kesedihan, kegalauan, tidak bahagia dan rasa putus asa dalam dirinya, namun ia berhasil menutupinya sehingga tampak sangat bahagia di hadapan orang lain.

Mungkin hal ini bisa saja terjadi pada orang disekitar tanpa Anda sadari. Karena mereka pintar dalam menyembunyikan keadaannya dan sulit untuk menemukan orang yang menderita depresi tersenyum ini. Penderitanya seolah tidak memiliki alasan untuk depresi atau bersedih karena telah memiliki segalanya. Bahkan orang yang mengalami depresi tidak mengetahui bahwa dirinya sebenarnya sedang depresi, karena tidak ada gejala yang mengawalinya.

Hingga saat ini smiling depression ini belum masuk dalam kategori gangguan mental. Tapi, depresi jenis ini dikaitkan dengan depresi mayor dengan fitur atipikal. Gejala dari depresi ini adalah napsu makan meningkat drastis, berat badan melonjak, lebih banyak tidur atau hipersomnia, lengan, kaki terasa berat, dan mudah tersinggung atas kritik atau penolakan.

YesDok Ads

Pada umumnya orang yang menderita depresi akan merasakan lemas, tidak bertenaga untuk keluar rumah atau pun kamar. Tapi erbeda dengan orang yang mengalami smiling depression, mereka cenderung lebih aktif dan memiliki kehidupan sosial layaknya orang normal. Namun, hal ini justru membahayakan bagi penderita smiling depression karena mereka lebih rentan melakukan aksi bunuh diri.

Banyak faktor yang memicu smiling depression ini meliputi ketidaksimbangan aktivitas biokimiawi di otak yang dapat mempengaruhi perasaan. Faktor genetik atau keturuanan, trauma di masa lalu, adanya perubahan besar dalam hidup, pergolakan batin hingga pengaruh media sosial.

(Foto: E&T Magazine)

YesDok Ads