Puncak Kasus Omicron di Indonesia Diprediksi Pertengahan Februari

January 18, 2022 | Helmi

omicron

Pemerintah Indonesia memperkirakan puncak gelombang kenaikan kasus Omicron di Indonesia terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan kasus Omicron yang terjadi di seluruh dunia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merinci mayoritas kenaikan kasus Omicron di dunia terjadi dalam kurun waktu yang sangat cepat dan singkat, berkisar antara 35 hingga 65 hari.

''Di Indonesia kita mengidentifikasi kasus pertama pada pertengahan Desember, tapi kasus mulai naiknya di awal Januari. Kita hitung antara 35-65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,'' kata Menkes..

Wilayah DKI Jabodetabek diperkirakan menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus. Mengingat dari hasil identifikasi Kemenkes, mayoritas transmisi lokal varian Omicron terjadi di DKI Jakarta, dan diperkirakan dalam waktu dekat juga akan meluas ke wilayah Bodetabek. 

''Kami juga sampaikan bahwa lebih dari 90% transmisi lokal terjadi di DKI Jakarta, jadi kita harus siapkan khusus DKI Jakarta sebagai medan perang pertama menghadapi varian Omicron, dan kita harus sudah memastikan bisa menangani dengan baik,'' terangnya.

Merespons hal ini, Menkes mendorong agar daerah meningkatkan kegiatan surveilans sehingga penemuan kasus bisa dilakukan sedini mungkin untuk kemudian diisolasi supaya tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat. 

YesDok Ads

Menkes menyebutkan vaksinasi booster juga akan menjadi fokus pemerintah. Menurutnya cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.

''Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,'' ujarnya.

Berkaca dari puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian delta pada 2021 lalu, Ketersediaan obat juga menjadi fokus Kementerian Kesehatan.

Lebih lanjut terkait kesiapan RS, Menkes menuturkan bahwa meski menular dengan sangat cepat, namun gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan, karenanya tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS, persentasenya jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta.

''Di negara-negara tersebut (yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron) hospitalisasinya antara 30%-40% dari hospitalisasi delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,'' ungkap Menkes.

YesDok Ads