Garam merupakan bumbu dapur yang dapat membuat cita rasa makan menjadi lebih enak. Garam masak memiliki beberapa jenis, misalnya garam Himalaya yang kini banyak dimintai di kalangan masyarakat karena dianggap lebih sehat dari garam dapur biasa. Lalu, benarkah demikian? Berikut perbedaan antara garam Himalaya dan garam dapur biasa.

Garam Himalaya

Garam Himalaya memiliki warna yang berbeda dari garam biasanya. Garam Himalaya berwarna pink atau merah muda. Garam Himalaya merupakan salah satu garam termurni di dunia. Kemurnian satu botol garam Himalaya setara dengan 20 kali lipat dari garam dapur.

Garam Himalaya mengandung enam elektrolit yang dibutuhkan oleh tubuh. Garam himalaya per satu gram mengandung kalsium: 1,6 miligram, kalium 2,8 miligram, magnesium 1,06 miligram, zat besi 0,0369 miligram dan sodium: 368 miligram.

Garam Himalaya dipercaya bermanfaat baik bagi kesehatan. Garam Himalaya dapat membantu meredakan sakit kepala, menambah energi, menjaga keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan fungsi kelenjar tiroid dan adrenal. Garam Himalaya pun cenderung lebih awet dibandingkan dengan garam biasanya. Jadi, tidak heran jika garam Himalaya dibandrol dengan harga yang cukup mahal.

Garam dapur

Garam dapur berasal dari air asin laut yang mengalami penguapan sehingga berbentuk menjadi kristal garam. Garam dapur diproses dan diputihkan melalui proses kimia. Dari proses pemurnian tersebut membuat kandungan mineral hilang dan menyisakan natrium klorida saja. Garam dapur memiliki kandungan kalsium 0,4 miligram, kalium 0,9 miligram, magnesium 0,0139 miligram, zat besi 0,0101 miligram dan natrium 381 miligram.

Garam dapur memang dapat membuat masakan menjadi lebih sedap, namun sayangnya mengonsumsi garam dapur berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit serus lainnya.

Sementara setiap orang memiliki standar batas konsumsi garam per harinya. Menurut WHO, batas mengonsumsi garam per hari adalah 3,5-4 gram saja.