Mengenal Fenomena Kelelahan Akibat Pandemi dan Cara Mengatasinya

February 23, 2022 | Helmi

fatigue

Pandemi COVID-19 tidak hanya bisa memengaruhi kondisi kesehatan orang-orang, tetapi juga menimbulkan efek psikologi. Ini disebut kelelahan akibat pandemi COVID-19.

Kondisi ini dapat terlihat dari berbagai cara, termasuk pada tingkat individu dengan perasaan cemas, depresi, kesulitan fokus, dan kelelahan umum atau kebosanan. 

Meskipun efek jangka panjang dari COVID-19 masih belum diketahui, efek kesehatan mental sudah terlihat. 

Pada akhirnya, lamanya pandemi, aturan, stres, isolasi, kehilangan nyawa, perasaan takut, dan lain sebagainya berkontribusi pada perasaan putus asa, kelelahan, dan frustrasi pada orang-orang. 

“Di Amerika Serikat, kami telah menormalkan jumlah kematian yang sangat tinggi. Ironisnya, ini mencegah kami untuk dapat kembali ke 'normal' apa pun,” kata Anne Sosin, rekan Dartmouth College Nelson A. Rockefeller Center untuk kebijakan publik.

Kelelahan akibat pandemi disebut-sebut sebagai alasan orang menolak untuk mengikuti batasan dan aturan terkait pandemi tertentu. Lockdown yang ketat akan membantu mengurangi dampak pandemi di dunia, tetapi banyak orang yang sudah tidak peduli dengan hal ini.

Bagi sebagian orang, kelelahan akibat pandemi juga bisa menjadi rasa aman yang palsu. Berada dalam waktu lama tanpa tertular virus dan tidak mengenal siapa pun yang telah terinfeksi berarti seseorang dapat berpikir bahwa mereka relatif aman.

Sekarang juga semakin banyak orang yang divaksinasi COVID-19, banyak yang mengubah pandangan mereka karena gejalanya cenderung ringan dan orang-orang di sekitarnya mungkin aman.

YesDok Ads

Menonton berita buruk secara berulang dapat membuat seseorang menjadi terlalu cemas atau takut hingga tidak dapat akhirnya malah membaca topik tersebut tanpa merasakan emosi lagi.

“Penelitian menunjukkan bahwa kita memiliki kecenderungan manusia untuk berpaling dari penderitaan massal, sebagai bentuk pelestarian diri,” ujar Gale Sinatra, seorang profesor psikologi di University of Southern California.

Jumlah rawat inap atau kematian tidak lagi menyebabkan kejutan bagi yang sadar. Orang-orang juga kesulitan mengembangkan kebiasaan baru, dan pandemi telah meminta banyak perubahan dari banyak hal, termasuk masker, tidak dapat berkumpul dalam kerumunan, dan menjaga jarak sosial.

Menurut Psikolog Carisa Parrish dalam sebuah artikel untuk Johns Hopkins, begitu banyak perubahan dalam jangka waktu yang relatif singkat telah menyebabkan kelelahan.

Banyak yang mendambakan kembalinya kehidupan normal  sebelum pandemi, ingin percaya bahwa itu cukup aman. Namun, jumlah kasus, kematian, dan rawat inap di seluruh negeri masih belum sesuai kebutuhan untuk sepenuhnya merasa kembali normal.

Meski demikian, Parrish mengingatkan untuk bersabar dan patuh terhadap protokol kesehatan. Seperti menjaga jarak, menggunakan masker dan lain sebagainya.

Dia juga menyarankan membaca cerita tentang orang-orang yang menderita COVID serius atau jangka panjang atau kehilangan orang yang dicintai karena COVID untuk membuat pandemi lebih nyata dan mengingatkan beberapa alasan mengapa pembatasan ini diberlakukan.

“Saya hanya mencoba mengingat bahwa kita akan sampai pada akhir ini, pandemi ini akan berakhir. Kami hanya perlu memastikan bahwa kami semua tetap bersama,” pungkasnya.

YesDok Ads