Kehilangan Penciuman saat Infeksi COVID, Bisa Jadi Antibodi Lebih Kuat

December 18, 2022 | Helmi

Kehilangan Penciuman saat Infeksi COVID

Infeksi COVID dapat menyebabkan beragam gejala jangka pendek dan jangka panjang, yang sebagian besar mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, dalam sebuah studi baru, para peneliti telah menemukan bahwa tanda-tanda hilangnya indera perasa atau penciuman yang mengganggu dapat mengindikasikan bahwa tubuh Anda memiliki respons kekebalan yang lebih kuat.

Temuan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE mengungkapkan bahwa pasien COVID yang kehilangan indra penciuman dan perasa, dua kali lebih mungkin memiliki antibodi yang lebih kuat setelah infeksi.

Studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Columbia melibatkan 306 orang dewasa dari Manhattan utara, Kota New York, yang mengalami infeksi COVID pada bulan-bulan pertama pandemi.

Sekitar dua pertiga orang dalam penelitian tersebut melaporkan menderita kehilangan indera penciuman atau perasa ketika mereka terinfeksi virus Corona.

Peserta penelitian kemudian diundang untuk tes darah antibodi setidaknya dua minggu setelah infeksi mereka berlalu. Tingkat antibodi COVID berkurang seiring waktu. Ini membuat seseorang yang terinfeksi virus akhirnya dites negatif untuk protein penangkal virus.

Hasil tes antibodi tersedia untuk 266 dari 306 peserta. Dari jumlah tersebut, 176 dinyatakan positif antibodi penangkal COVID. Di sisi lain, 90 peserta dinyatakan negatif.

YesDok Ads

Menurut temuan penelitian, 71 persen peserta penelitian yang melaporkan kehilangan indera perasa atau penciuman memiliki antibodi COVID. Di sisi lain, dari mereka yang tidak melaporkan gejala ini, hanya 57 persen dinyatakan positif antibodi penangkal COVID.

Ini menunjukkan bahwa orang yang kehilangan indera perasa dan penciuman sekitar 100 persen lebih mungkin untuk dites positif antibodi penangkal COVID dibandingkan mereka yang tidak mengalami gejala ini.

Kehilangan indra perasa dan penciuman merupakan gejala yang lebih umum pada tahap awal pandemi. Karena vaksinasi dan varian COVID baru, gejala ini kini menjadi kurang umum.

Hal ini membuat relevansi studi baru tersebut tidak jelas karena para peserta tidak divaksinasi dan virusnya juga telah bermutasi sejak bulan-bulan awal pandemi.

Konsultasi keluhan mengenai masalah kesehatan Anda dengan dokter spesialis di aplikasi YesDok.

YesDok Ads