Hubungan Antara Sindrom Metabolik dan Risiko Gumpalan Darah

February 18, 2020 | Iman

Sindrom metabolik

Berurusan dengan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, atau obesitas adalah alasan kuat untuk membuat lebih banyak waktu dalam jadwal Anda untuk berolahraga khususnya berlari. Anda tidak hanya berupaya membalikkan masalah kesehatan ini, tetapi menurunkan risiko pembekuan darah.


Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Blood Advances menemukan bahwa orang dengan masalah kesehatan ini yang semuanya dapat menjadi bagian dari kondisi yang disebut sindrom metabolik, pada dasarnya sekelompok faktor risiko untuk mengembangkan masalah tersebut lebih mungkin mengalami pembekuan darah berulang.

 
Sebagaimana dilansir Runners World, penelitian tersebut menggunakan basis data di seluruh negara bagian AS. Para peneliti menganalisis data dari lebih dari 150.000 pasien yang telah didiagnosis dengan trombosis vena dalam (DVT) antara 2004 dan 2017. Mereka membandingkan data untuk peristiwa bekuan darah berikutnya dengan komponen sindrom metabolik.

 
Di antara mereka yang memiliki DVT biasanya melibatkan pembekuan darah di kaki sekitar 68 persen juga telah didiagnosis dengan setidaknya satu kondisi metabolisme. Mereka yang hanya memiliki satu masalah berisiko 14 persen lebih tinggi untuk pembekuan darah tambahan daripada mereka yang tidak memiliki kondisi metabolisme. Dengan dua di antaranya risikonya naik menjadi 21 persen, dengan tiga risikonya naik menjadi 30 persen, dan dengan empat risikonya naik menjadi 37 persen.

 
DVT adalah bentuk tromboemboli vena (VTE), menurut American Heart Association, VTE mempengaruhi antara 300.000 hingga 600.000 orang Amerika setiap tahunnya. Gumpalan darah terbentuk di dalam pembuluh darah dan bisa pecah lalu mengalir melalui aliran darah ke paru-paru sehingga memengaruhi fungsi pernapasan.

 
"Jika pasien mengalami kekambuhan VTE, kualitas hidup mereka berangsung menurun," kata penulis utama studi dan asisten profesor kedokteran darurat di Indiana University School of Medicine, Lauren Stewart.

 
Salah satu cara untuk menurunkan risiko adalah dengan mengatasi jenis kondisi yang merupakan bagian dari sindrom metabolik, seperti peningkatan kadar glukosa, lemak, dan kolesterol dalam darah, tekanan darah tinggi, dan obesitas. Diet memainkan peran besar bagi semua itu, tetapi olahraga juga bisa, kata Stewart lebih jauh menjelaskan.

 
Dalam sebuah studi tahun 2013 dalam jurnal Blood Pressure, orang dewasa pada usia matang yang menetap mengurangi tekanan darah sistolik mereka (angka atas) dengan hampir 4 persen tekanan darah diastolik (angka bawah) sebesar 4,5 persen ketika mereka mulai mengikuti rutinitas kardio yang konsisten.

 
Olahraga juga dapat memiliki dampak mendalam pada diabetes, menurut pernyataan dari American College of Sports Medicine dan American Diabetes Association. Studi ini mencatat bahwa partisipasi dalam aktivitas fisik rutin mampu mencegah diabetes tipe-2, gejala kardiovaskulas dan peningkatan kualitas hidup.

 
Menyisihkan waktu setiap hari untuk olahraga sedang (30 menit atau lebih sehari jalan cepat, menari, atau berkebun) atau olahraga berat (20 menit atau lebih sehari berlari, bersepeda cepat, atau olahraga aerobik) adalah cara terbaik menurunkan penyakit jantung dan risiko stroke sebesar 11 persen.

 
“Orang dewasa perlu mendapatkan 150 hingga 300 menit latihan aerobik sedang per minggu atau 75 hingga 150 menit latihan aerobik intens per minggunya,” Stewart menambahkan.


(Foto: medpagtoday)

YesDok Ads