Akibat penyebaran virus Corona yang semakin meluas setiap harinya, semua orang diimbau untuk tetap berada di rumah saja oleh pemerintah. Beberapa influencer bahkan ikut mengampanyekan gerakan #DiRumahAja guna memengaruhi banyak orang untuk tetap berada di rumah selama masa tanggap darurat Covid-19 ini. Semua ini dilakukan agar memotong rantai penyebaran virus Corona.
Sudah lebih dari dua minggu imbauan untuk berada di rumah saja dijalankan oleh banyak orang. Sekolah-sekolah diliburkan, beberapa kantor memberikan kebijakan pada sebagian atau bahkan seluruh karyawannya untuk bekerja di rumah, karantina wilayah, semua dilakukan agar virus Corona tidak semakin menyebar.
Hal ini tentu tidak mudah untuk sebagian orang. Mereka yang terbiasa bermobilitas di luar ruangan merasa sangat tertekan karena harus berada seharian penuh di rumah. Belum lagi serangan informasi seputar Covid-19 yang terus-menerus mereka konsumsi. Semua ini berpadu dalam benak banyak orang yang kemudian bisa menyebabkan stres.
Stres yang tidak dikelola dengan baik selama masa karantina mandiri ini bisa berdampak buruk, baik untuk kesehatan mental juga kesehatan fisik. Fakta bahwa karantina telah membuat banyak orang terkurung di rumah mereka, telah menyebabkan peningkatan beberapa risiko kesehatan, termasuk gejala depresi, gangguan fungsi kognitif, kurang tidur, kesehatan jantung memburuk, dan menurunnya sistem kekebalan tubuh.
Meskipun karantina bersifat sementara, akan tetapi perasaan bosan dan kesepian di masa-masa ini dapat memiliki konsekuensi yang membahayakan bagi kesehatan mental.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet menunjukkan bahwa orang yang melakukan karantina dilaporkan mengalami gejala psikologis seperti depresi, stres, mood yang buruk, insomnia, mudah marah, gangguan emosi, gejala stres pascatrauma (PTS), dan kelelahan secara emosional.
Gejala psikologis yang muncul ini dipicu karena durasi karantina yang terlalu lama, kurangnya informasi, pasokan makanan yang tidak memadai, kebosanan, frustasi, ketakutan akan infeksi virus, stigma, dan kerugian finansial.
Studi lain meneliti dampak psikologis dari wabah Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) yang terjadi pada tahun 2003. Sekitar 10 persen orang mengalami gejala stres pascatrauma (PTS). Efek jangka panjang karantina bahkan juga terlihat tiga tahun setelah wabah SARS berlalu.
Gejala-gejala psikologis ini akan bertambah parah pada orang-orang yang sudah memiliki masalah kesehatan mental sebelumnya.
Untuk mengatasi kebosanan dan menghindari gangguan psikologis pada masa-masa karantina, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan, yakni:
Namun, jika Anda sudah terlanjur mengalami gangguan psikologis selama masa karantina ini, cobalah untuk melakukan hal-hal ini:
Jika gangguan psikologis terus berlanjut dan malah bertambah parah, segeralah konsultasikan masalah ini dengan profesional. Kesehatan mental juga perlu dijaga layaknya kesehatan fisik. Menjaga kesehatan mental juga berperan penting terhadap daya tahan tubuh Anda. Kesehatan mental yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjauhkan Anda dari penyakit. Jadi, tetap tenang dan lakukan hal-hal yang bisa membuat Anda senang.
(Foto: promisesbehavioralhealth.com)
COPYRIGHT ©2023 ALL RIGHTS RESERVED BY YesDok