Demensia frontotemporal adalah penyakit otak yang progresif. Ini berarti seiring waktu, demensia frontotemporal dapat menyebabkan kondisi otak memburuk dan berhenti bekerja. Tergantung dari mana demensia bermula di otak, kondisi ini dapat memengaruhi perilaku atau kemampuan seseorang untuk berbicara dan memahami perkataan orang lain.
Demensia frontotemporal mengacu pada sekelompok penyakit yang melibatkan kerusakan lobus frontal dan temporal otak. Saat area tersebut bermasalah dan memburuk, seseorang akan kehilangan kemampuan yang dikontrol pada bagian tersebut.
Seseorang dengan demensia frontotemporal umumnya mengalami kehilangan kendali atas perilaku atau kemampuan mereka untuk berbicara dan memahami bahasa lisan.
Demensia frontotemporal adalah kondisi yang berkaitan dengan usia, namun terjadi lebih cepat daripada kebanyakan kondisi terkait usia yang memengaruhi otak. Kebanyakan orang mengembangkan demensia frontotemporal saat menginjak usia 50 hingga 80 tahun, dan usia rata-rata dimulai adalah 58 tahun.
Secara keseluruhan, demensia frontotemporal lebih sering memengaruhi laki-laki. Akan tetapi, ketiga kondisi di bawa demensia frontotemporal (demensia frontotemporal varian perilaku atau bvFTD, semantic-variant primary progressive aphasia atau svPPA, nonfluent/agrammatic primary progressive aphasia atau nfvPPA) dapat memengaruhi siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan.
Demensia frontotemporal merupakan kondisi yang dapat diwariskan secara genetik, dengan sekitar 40% kasus terjadi pada orang dengan riwayat keluarga demensia frontotemporal.
Demensia frontotemporal memengaruhi lobus frontal dan temporal otak pada tahap awal dan tengah penyakit. Karena demensia frontotemporal memengaruhi lobus frontal dan temporal, maka ia dapat kehilangan kemampuan tertentu, karena neuron di area tersebut berhenti bekerja.
Lobus frontal terletak di belakang dahi, dan bertanggung jawab untuk:
Lobus temporal berada di sisi otak, tepat di bawah dan di belakang lobus frontal. Lobus temporal menangani hal-hal berikut:
Gejala demensia frontotemporal tergantung pada bagian otak yang terkena. Bahkan di antara orang-orang dengan kembar identik, tidak ada dua otak yang terbentuk sama, sehingga demensia frontotemporal memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda. Banyak dari gejala demensia frontotemporal yang serupa, namun sering terjadi dalam kombinasi yang berbeda, atau mungkin menjadi lebih atau kurang parah antara orang yang satu dengan yang lain.
Gejala demensia frontotemporal termasuk:
Penghambatan adalah kondisi saat otak menyuruh Anda untuk tidak melakukan sesuatu. Pada orang dengan demensia frontotemporal, kehilangan hambatan akibat rusaknya lobus frontal dapat menyebabkan:
Apati akibat demensia frontotemporal kerap disalahartikan sebagai depresi, karena keduanya memiliki banyak kesamaan. Sikap apati cenderung terlihat seperti:
Orang yang kehilangan empati mungkin mengalami kesulitan dalam membaca emosi orang lain. Ini mungkin terlihat seperti berperilaku dingin, tidak berperasaan, atau tidak peduli dengan apa yang dirasakan orang lain.
Orang dengan demensia frontotemporal sering berperilaku berbeda dari orang lain yang tidak memiliki kondisi ini. Beberapa contohnya yakni:
Seseorang dengan demensia frontotemporal sering memiliki gejala yang dikenal sebagai hiperoralitas, yang berarti mereka makan berlebihan, makan hal-hal lain yang bukan makanan, memiliki perilaku kompulsif yang berpusat pada mulut, seperti merokok atau melakukan hal-hal menggunakan mulut seperti bayi yang menggunakan mulut untuk merasakan dan mengenali hal-hal di sekitarnya.
demensia frontotemporal terjadi ketika neuron, jenis utama sel otak, memburuk. Ini biasanya terjadi ketika ada kerusakan dalam cara tubuh membuat protein tertentu. Bagian penting dari cara kerja protein adalah bentuknya.
Sama seperti bagaimana kunci tidak akan berputar atau membuka ketika kunci yang digunakan tidak benar, sel-sel dalam tubuh juga tidak dapat menggunakan protein jika bentuknya tidak benar. Sel-sel sering kali tidak dapat memecah protein yang salah dan kemudian membuangnya.
Protein yang cacat dan tidak digunakan ini dapat menggumpal, seiring waktu, protein yang rusak akan menumpuk di dalam dan di sekitar neuron, merusak sel-sel tersebut sampai tidak berfungsi sama sekali. Protein yang cacat ini juga berperan dalam kondisi penyakit Alzheimer.
Meskipun bukan penyebab, ada dua faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami demensia frontotemporal, yakni memiliki riwayat trauma kepala yang dapat meningkatkan risiko terkena demensia frontotemporal hingga tiga kali lipat, dan penyakit tiroid yang dapat meningkatkan risiko demensia frontotemporal hingga 2,5 kali lipat.
YesDok menyediakan dokter profesional yang memungkinkan Anda berkonsultasi dari mana saja dan kapan saja. Konsultasi keluhan dan tanya dokter mengenai masalah kesehatan Anda dengan dokter spesialis di aplikasi YesDok.
COPYRIGHT ©2023 ALL RIGHTS RESERVED BY YesDok