Berapa Lama Waktu Ideal Cuti Hamil?

June 15, 2022 | Claudia

Cuti hamil

Saat ini, DPR telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi Undang-Undang (UU). salah satu pembahasan yang didorong adalah mengubah cuti ibu hamil dari yang semula 3 bulan menjadi 6 bulan. RUU ini tak pelak menjadi perdebatan, banyak yang pro namun banyak juga yang kontra terhadap aturan baru cuti ibu hamil ini. Lalu, berapa lama idealnya cuti ibu hamil diberikan?

RUU KIA disusun untuk menitik beratkan pada masa pertumbuhan emas anak, atau biasa disebut golden age. Ini merupakan periode krusial tumbuh kembang anak, yang kerap dikaitkan dengan 1.000 hari pertama kehidupannya di dunia, yang akan berpengaruh terhadap masa depan anak. RUU ini menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Sementara itu, beberapa riset dan ahli kesehatan menyebut, waktu istirahat ideal untuk ibu yang baru melahirkan harus lebih dari 12 minggu pascapersalinan. Cuti yang panjang akan memberikan banyak manfaat untuk kesejahteraan ibu dan bayinya. Saat ini, aturan yang berlaku hanya mengizinkan cuti ibu hamil selama 3 bulan. Ini tentu tidak cukup, apalagi bagi ibu yang membagi cutinya menjadi 1,5 bulan sebelum persalinan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Jika begini, artinya ibu harus meninggalkan bayinya yang masih berusia enam minggu.

Tak hanya itu, enam minggu seharusnya juga masih menjadi masa-masa pemulihan bagi ibu hamil pascamelahirkan. Apalagi bagi ibu yang menjalani operasi caesar, di mana butuh waktu lebih lama untuk bisa kembali pulih. Cuti yang terlalu singkat juga tidak mendukung usaha pemberian ASI eksklusif pada bayi. Ini berisiko terjadinya keterlambatan perkembangan pada bayi, kemunculan penyakit, dan bahkan bisa meningkatkan angka kematian pada bayi.

Cuti ibu hamil selama 6 bulan pada RUU KIA merupakan waktu yang ideal untuk ibu yang akan menjalani proses melahirkan. Cuti yang lama berdampak sangat baik untuk ibu maupun bayinya. Ibu punya kesempatan lebih lama untuk memastikan bayi tumbuh dan berkembang dengan baik, selain itu, ibu juga punya waktu lebih lama untuk bisa memulihkan dirinya setelah melakukan proses persalinan. Ini bisa menjauhkannya dari berbagai masalah, salah satunya mengalami depresi pascamelahirkan.

Berikut ini ulasan lebih jelas mengenai dampak cuti melahirkan yang terlalu singkat bagi ibu dan bayi:

Depresi pascamelahirkan

YesDok Ads

Depresi pascamelahirkan atau postpartum depression sangat rentan menyerang ibu yang hanya mendapat waktu istirahat singkat usai melahirkan. Depresi pascamelahirkan bisa merugikan kedua belah pihak, baik ibu maupun bayinya. Jika ini terjadi, ibu dan bayi akan kesulitan membangun ikatan batin yang kuat. Bahkan ibu berisiko melakukan tindakan bahaya pada bayi.

Kurangnya masa pemulihan

Untuk benar-benar dapat pulih setelah melahirkan, ibu butuh waktu setidaknya enam minggu, apalagi bagi ibu yang menjalani persalinan dengan operasi caesar. Jika setelah melahirkan ibu langsung kembali bekerja, maka keluhan-keluhan pascamelahirkan bisa terasa hingga waktu yang lama, misalnya kelelahan, sembelit, pusing, dan jahitan yang terasa sakit.

ASI berkurang

Cuti melahirkan yang terlalu singkat bisa berdampak pada produksi air susu ibu (ASI). Stres berlebih bahkan mengarah depresi, bisa menyebabkan produksi ASI terhambat. Bayi bisa kekurangan asupan ASI, dan ini bisa berdampak pula pada kesehatan dirinya.

(Foto: forbes.com)

YesDok Ads